Mau Cari Apa?

Thursday 28 February 2019

The Failed Hero

Cerita ini berawal dari renovasi atap rumah saya. Jadi, hari Minggu lalu kami sekeluarga sepakat untuk merenovasi atap teras belakang rumah kami. Teras belakang adalah tempat bernaung dan nongkrongnya Eson, semua kegiatan Eson dilakukan di bagian teras belakang rumah kami, dan kebetulan kamar tidur saya juga berada di belakang agar mudah memantau pergerakan Eson.

Saya harus melewati teras belakang terlebih dahulu untuk menuju kamar tidur saya. Renovasi pun dilakukan keesokan harinya, yaitu hari Senin. Seperti biasa, saya, mbak saya dan kakak ipar saya harus berangkat kerja dan saya sudah berpesan kepada mami dan papi saya agar Eson dimasukan ke dalam kandang saja. Karena hanya mereka yang berada di rumah. Pada sore hari pun hujan turun dengan derasnya. Sekitar pukul 16.50 WIB dalam perjalanan pulang ke rumah, mbak saya menelpon dan menanyakan saya di mana dan menyuruh saya untuk segera cepat pulang ke rumah dikarenakan kamar saya banjir. What? How can it happened? Dan pegimane pulalah saya disuruh cepat pulang? Apakah saya harus turun dari mobil dan hujan-hujanan naik ojek? It doesn’t make sense, brother. Saya bertanya-tanya di dalam hati, bagaimana bisa kamar saya kebanjiran? Kan, yang dibongkar cuma atap terasnya saja, kenapa kamar saya harus menanggung dampaknya?

Berhubung rumah saya berada di pinggir jalan raya, seturun saya dari mobil, dari seberang jalan saya sudah bisa melihat papi saya hujan-hujanan bolak balik di sekitar tukang-tukang yang sedang bekerja. Seorang Pak Ridwan yang paling anti terkena air hujan kini malah menantang air hujan dengan berbasah-basahan di luar rumah dan tetap dengan memakai jas hujan kesayangan dan topi rimbanya. Ada apa ini? Sepertinya kondisi rumah sedang kacau jika kepala rumah tangga sudah turun ke lapangan seperti itu. Saya buru-buru ke kamar saya dan emosi pun langsung memuncak, kamar saya benar-benar banjir dan lantainya sudah tergenang oleh air hujan. Atap kamar saya pun dibongkar, saudara-saudara. Kenapa tidak bilang dari kemarin jika ingin dibongkar? Air hujan masuk dari atap kamar saya yang kini sudah banyak celah air untuk masuk. Eson di luar terlihat panik dengan mengeong-eong tidak berkesudahan. Kasur saya sudah berada di luar kamar dan seluruhnya sudah terkena air. Tas, baju, handuk, laptop, gadget, printer, dan berbagai charger saya sudah dievakuasi entah ke mana. Ada satu hal yang membuat emosi saya memuncak kembali, buku-buku saya termasuk buku tabungan papi saya tidak diselamatkan dan masih berada di atas lemari, dengan cepat saya masukkan ke dalam tas saya.

Alhasil, beberapa buku saya sudah terlanjur basah termasuk skripsi saya sedangkan buku tabungan beliau basah kuyup tidak terselamatkan. Untung ijazah dan transkrip saya tidak ikut-ikutan basah, padahal semua berkas saya letakkan di dalam map besar dan berada di atas kasur saya. Saya masih kesal dengan papi dan menuntut penjelasan kenapa hal ini bisa terjadi. Papi saya tidak banyak berkata-kata, penjelasannya cuma satu yaitu dia juga tidak tahu jika atap kamar saya pun harus dibongkar. Saya mendengar cerita dari mbak saya, jika papi saya sangat panik saat itu. Dia takut jika saya akan marah besar. Sudah tahu atapnya akan dibongkar, kenapa beliau tidak buru-buru memanggil mbak saya untuk membantunya mengangkat barang-barang saya tetapi malah berusaha sendiri mengangkat barang-barang saya. Setelah hujan turun dengan derasnya dan dia kewalahan barulah dia memanggil mbak saya dan itu sudah terlambat, semuanya hampir tergenang air. Dan ketika mbak saya menelepon untuk menyuruh saya cepat pulang, di belakang, papi saya bilang ke mbak saya, “Suruh adikmu jangan pulang dulu, Nak.” What? Sekonyol itu ide beliau. Jadi saya harus ke mana jika tidak pulang, wahai ayahku? Nongkrong dulu di terminal Betung atau Taman Kota Betung dengan kondisi hujan?

Sebelum tidur, papi saya sempat mencari-cari setrika malam itu. Entah, setrika pun dievakusi ke bagian mana. Ketika saya hendak ke kamar mandi dan harus melewati tempat meyetrika, saya melihat papi saya sedang menyetrika buku tabungannya malam-malam, tidak hanya satu buku tabungan tetapi dua buku tabungannya memang basah semua. Beliau bertanya dengan saya, "Bagaimana ini, Nak? Bilang apa nanti ke Asabri jika buku tabungannya basah seperti ini." Saya pun dengan enteng menjawab, "Ya, bilang saja rumah kebanjiran." Saya ingin tertawa tetapi kasihan juga melihat beliau. Tengah malam itu juga beliau mengepel kamar saya berkali-kali ketika kami sudah tidur semua. Malam itu, saya dan Eson terpaksa harus mengungsi tidur di kamar mbak saya. Saya dan mbak saya tidur di atas kasur, lalu kakak ipar saya dan Eson tidur di kasur lipat di bawah. Malam itu juga, Eson terus-terusan mengeong dan tidurnya pindah-pindah. Eson tidur tidak nyenyak begitu juga kami karena terganggu dengan suaranya.

Hari Selasa menjelang jam makan siang di tempat kerja, satpam datang ke ruangan kerja saya dan bilang jika ada seorang bapak yang mencari saya dengan menyebut nama lengkap saya, di bekakang satpam terdengar suara “Ada Tri Melia Damaiyanti?” Dalam hati saya bertanya-tanya, siapa bapak ini? Karena sangat jarang sekali orang-orang memanggil nama saya dengan nama lengkap saya. Apakah kurir? Tetapi saya tidak pernah memesan barang untuk dikirimkan ke alamat kantor saya. Ketika saya temui bapak tersebut ternyata Pak Ridwan, ayah saya sendiri 😑😑 Kenapa lagi dia ke kantor saya? Kami mengobrol di luar dan ternyata beliau baru selesai mengurus pajak yang kebetulan berada di dekat kantor saya. Beliau bermaksud mengajak saya makan siang bersama di luar. Beliau juga memakai jaket pemberian saya, padahal jaket tersebut dari pertama kali saya beli di bulan Januari lalu belum pernah dipakainya sama sekali, katanya sih panas. Terus beliau juga memakai tas pemberian saya juga. Sepertinya beliau berusaha untuk berbaikan dengan saya. Ya sudahlah, saya mencoba membuka hati saya dan mengiyakan ajakan makan siang bersama beliau.

Pada saat makan, suasana kembali mencair, kami berbaikan kembali. Ketika sampai rumah, beliau bilang ke saya jika besok (Hari Rabu) dia mau ke Palembang untuk menyerahkan fotocopy buku tabungannya ke Asabri. Maklum, pensiunan. Karena kebetulan Hari Rabu saya akan mengangkut bibit dan mengantarkan proposal kegiatan Lindungi Hutan Relawan Palembang jadi saya tidak bisa menemani beliau. Mbak saya bertugas mengawal beliau menggantikan saya, sekalian mengurus kartu BPJS dan beliau juga ingin melihat bengkel vespa yang berada di Jalan Radial, seperti rekomendasi saya. Setelah kegiatan saya selesai sekitar jam makan siang, saya langsung menemui papi dan mbak saya yang masih berada di bengkel vespa tersebut. Ketika menghampiri mereka di sana, mbak saya langsung cerita ke saya jika mbak-mbak customer service Asabri tertawa melihat buku tabungan papi saya. Saya tanya, papi bilang apa ke CS-nya. Mbak saya bilang kalau papi saya bilang dengan mbak CS-nya seperti ini, "Kemarin ngojek dek, kehujanan dan lupa kalau ada buku tabungan di dalam kantong celana jadi gak bisa diselamatkan lagi." Bayangkan saja, beliau bilang seperti itu dengan wajah cengengesannya dan dengan penampilan yang super kocak. Beliau memakai kemeja panjang warna hijau muda, celana kerjanya dulu yang warna hitam, sepatu PDH-nya dan tidak tinggal topi rimba kesayangannya yang berwarna hijau army. Biarkan saja, begitulah style-nya.

No comments:

Post a Comment