Mau Cari Apa?

Monday 31 December 2018

Pasangan Serasi

Tidak terasa besok sudah memasuki tahun 2019. Saya sudah melewati hari-hari di tahun 2018 dengan berbagai macam cerita menyenangkan maupun menyedihkan. Akhir-akhir ini, saya pun sudah jarang menulis blog ataupun sekedar meng-update status di media sosial saya. Jujur, sejak Eball meninggal saya sedikit menjauhkan diri dari gadget dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan Eson dan orang tua saya.


Tanggal 12 Nopember kemarin adalah Hari Ayah Nasional dan 22 Desember adalah hari Ibu. Lalu, tanggal 25 Desember adalah hari pernikahan orang tua saya tetapi sebelumnya pada tanggal 15 Desember ibu saya pun berulang tahun dan nanti pada tanggal 15 Januari 2019 ayah saya pun berulang tahun. Tidak usah heran, saya memang jarang mengucapkan hal-hal seperti itu. Jika mood saya sedang bagus mungkin saya akan mengucapkan selamat di hari-hari tersebut kepada mereka. Jika saya tidak mengucapkan selamat bukan berarti saya tidak menyayangi mereka, saya sangat menyayangi mereka lebih dari apapun di dunia ini. By the way, selamat hari ayah dan hari ibu untuk semua orang tua hebat di luar sana, termasuk orang tua saya.

Setiap anak pasti mempunyai orang tua, termasuk saya. Pernah mendengar kan kalimat "kamu tidak bisa memilih di keluarga seperti apa kamu dilahirkan." Menurut saya, kalimat tersebut sangat egois. Kenapa? Memangnya seberapa hebatnya kamu menjadi seorang anak untuk mengatakan kalimat tersebut, sekalipun kamu adalah orang terkaya ataupun orang terpintar di dunia ini. Semua keluarga memiliki kelebihannya masing-masing, begitu juga orang tua kita. Mau bagaimana pun, mereka tetap orang tua kita. Salah satu penyumbang kebahagiaan saya di tahun 2018 ini adalah orang tua saya. Saya merasa bersyukur masih memiliki mereka.

Seperti kebanyakan anak perempuan di luar sana, saya lebih dekat dengan ayah saya. Pada postingan kali ini, saya akan menceritakan sedikit tentang ayah saya. Bicara tentang kelebihan dan kekurangan, tentu saja ayah saya memiliki banyak kekurangan daripada kelebihan. Jujur, saya juga bukan tergolong anak yang baik. Sering kali saya membantah omongan beliau. Apapun itu yang membuat saya tidak setuju dengan pendapatnya terutama perihal hobi maupun pekerjaan maka akan saya bantah. Tetapi ada banyak hal lain yang membuat saya bangga menjadi anaknya. Meskipun beliau tidak bisa memanjat pohon kelapa seperti kebanyakan ayah-ayah di luar sana tetapi dia tetap akan menjadi ayah terbaik dalam hidup saya sampai kapan pun. Kenapa saya mengungkit pohon kelapa di sini? Karena di rumah saya ada beberapa pohon kelapa tetapi selalu saja yang mengambil dogannya bukan ayah saya melainkan orang lain. 

Saya juga beruntung memiliki beliau sebagai ayah saya, beliau adalah seorang pekerja keras. Sudah berapa macam pekerjaan yang beliau geluti sebelum mendapatkan pekerjaan yang sekarang ini. Dari pekerja kasar sampai akhirnya beliau mendapatkan pekerjaan dengan gaji tetap. Beliau sampai 5x lebih mengikuti tes untuk mendapatkan pekerjaannya yang sekarang ini. Berbagai macam pekerjaan telah dicobanya selama masa mudanya, dari berkebun, menjadi kuli, sopir bahkan pernah menjadi kondektur angkot dan bus. Beliau rela merantau demi mengubah nasib hidupnya, tentu saja dia memikirkan nasib anak dan istrinya nanti jika dia bermalas-malasan di masa mudanya.

Didikannya kepada kami pun saya acungi jempol, karena didikannyalah saya dapat menjadi orang yang tepat waktu dan disiplin. Dari kecil, kami tidak pernah diizinkan oleh beliau untuk membolos sekolah sehari pun, kecuali jika sakit parah. Pagi-pagi sekali sebelum jam 7 pagi kami sudah siap untuk berangkat ke sekolah. Bahkan setiap harinya beliau harus memastikan terlebih dahulu bahwa kami benar-benar sudah berangkat sekolah sebelum beliau berangkat kerja. Selain itu, kekonyolannya-lah yang membuat saya tidak bisa berlama-lama untuk berdiaman dengan beliau jika kami sedang beda pendapat.

Terlalu banyak tingkah konyol ataupun cerita-cerita konyol yang diberikan oleh beliau kepada kami. Dari yang memang tidak lucu sama sekali sampai hal-hal yang di luar perkiraan kami. Oh iya, karena terlalu dekatnya saya dengan beliau, terkadang barang-barang saya pun menjadi incaran beliau. Bahkan ketika saya membeli buku Fiersa Besari dan mendapatkan bonus gantungan kunci, buru-buru beliau mengambil gantungan kunci tersebut dan nyatanya sekarang gantungan kunci tersebut rusak. Ketika saya mendapatkan kaos dari WWF, buru-buru juga kotak bajunya diambil oleh beliau. Kemudian ketika saya memamerkan dua sedotan bambu yang baru saya beli, beliau sudah memintanya satu. Ada lagi, baru-baru ini saya membeli pisau lipat untuk salah satu kegiatan saya di bulan Januari nanti. Kegiatan belum selesai, beliau sudah memesan untuk mengambil pisau lipat tersebut.

Saya akan menceritakan beberapa cerita konyol tentang beliau. Beberapa waktu lalu, kami sekeluarga akan pergi kondangan ke Palembang. Ibu saya menyuruh saya untuk mencabut kulkas. Lalu ayah saya langsung menyeplos, "bukannya kita ni mau pergi perang, cuma kondangan sehari doang juga. Gak usah dicabut kulkasnya." Masuk akal sih, pergi cuma sehari saja kulkas mau dicabut, biasalah kan ya emak-emak sering begitu. Cerita selanjutnya masih berkaitan dengan ibu saya. Ayah saya menyetel channel tv yang berbahasa Inggris, ibu saya pun menyeplos, "kek ngerti aja bahasa Inggris, sok-sokan nonton." Ayah saya pun dengan santai menjawab, "aku tu ngerti bahasa Inggris, dasar aja gak ngomong depan kamu, nanti gak kamu jawab gara-gara gak ngerti." Iya, memang se-random itu saudara-saudara. Apalagi kejadian ketika saya dan ibu saya yang disuruh menghadiri pengadilan ketika beliau ditilang polisi karena tidak memakai seatbelt.

Meskipun terlihat konyol, ayah saya juga merupakan orang yang emosian tetapi beliau cukup pandai mengendalikan emosinya. Tetapi ada suatu ketika beliau tidak dapat menahan emosinya. Waktu itu ketika kakak perempuan saya, Ades, sedang wisuda di Kampus Unsri Indralaya. Kami tinggal di kostan di daerah Gang Buntu, ketika kami masuk ke sana jalan belum ditutup. Tetapi ketika kami hendak keluar dari gang tersebut, jalan sudah ditutup dengan pembatas jalan oleh LLAJ. Tidak ada jalan keluar lagi selain jalan itu, maka ayah saya langsung turun dari mobil dan menggeser pembatas jalan tersebut ke pinggir. Tiba-tiba ada petugas LLAJ yang datang entah dari mana. Petugas tersebut marah karena ayah saya memindahkan pembatas tersebut. Ayah saya pun tetap bersikukuh bahwa tindakannya itu benar karena kami mau keluar lewat jalan mana lagi jika tidak lewat jalan itu. Petugas LLAJ tersebut tetap marah dan ayah saya seperti tidak menghiraukan petugas tersebut dan langsung masuk ke dalam mobil. Kali ini, saya membela ayah saya, bukan karena beliau adalah ayah saya. Tetapi memang tidak ada jalan lagi untuk kami keluar, masa iya kami harus menunggu malam, baru bisa keluar dari jalan tersebut. Lagian, tidak ada pemberitahuan sebelumnya ketika kami masuk ke jalan tersebut. Masih tentang petugas LLAJ, beliau juga sempat berkomentar tentang petugas-petugas LLAJ yang kedapatan masih melakukan pungli di jalan. "Katanya gak boleh lagi pungli, lah ini masih aja. Dari jaman nabi Adam kan gak boleh minta-minta itu."

Lalu ada lagi kejadian baru-baru ini. Ketika itu, saya menanyakan kepada beliau apakah beliau sudah makan atau belum, maksud saya agar bisa makan bersama. Jawabannya sangat random, saudara-saudara, beliau menjawab seperti ini, "malu, negara sudah merdeka puluhan tahun tapi masih kelaparan." Inti dari jawabannya itu bahwa beliau sudah makan. Lanjut lagi ke cerita-cerita lainnya. Beberapa waktu lalu saya juga sempat mengajak beliau jalan-jalan di mall, maksud hati saya ingin memperlihatkan kepada beliau tas-tas keren yang memang lagi diskon. Karena beliau sering sekali mengincar tas-tas saya dengan mengatakan hal seperti ini, "ngomong ya nak kalo sudah bosen make tasnya." Tetapi nyatanya ketika saya ajak masuk ke salah satu toko tas dan saya suruh beliau pilih tas mana yang beliau mau. Beliau malah menanyakan balik kepada saya, tas mana yang saya mau. Saya bilang, "tas untuk papi kerja lho bukan untuk aku. Katanya kemarin nyari tas untuk kerja. Aku kan sudah ada tas." Sambil tersenyum beliau bilang, "untuk apa? Kan sebentar lagi pensiun." Jleb, saudara-saudara, beliau lebih memilih membeli jas hujan yang seharga tas ketimbang membeli tas. Katanya untuk persiapan pensiun nanti karena rencananya beliau mau ternak sapi atau kambing.

Cerita yang ini baru saja terjadi kemarin. Beliau menanyakan rencana saya liburan tahun baru ini.
Papi: "mau ke mana kita liburan tahun baru ini, nak? Mau ke Palembang apa?"
Saya: "liburan apa? Aku cuma libur tanggal 1 Januarinya doang, gak ada liburan."
Papi: "serius?"
Saya: "iya, memang papi libur berapa hari?"
Papi: "banyak liburnya, ada tiga hari sampai hari Rabu, hari Kamis baru masuk."
Saya: "wah, enaklah libur terus, natal juga kemarin kek gitu."
Papi: "iyalah, P-N-S" dengan nada sombong sambil ketawa.
Saya: "asyem, songong banget 😑😑"

Oh iya, kami memang memanggil orang tua kami dengan panggilan papi dan mami. Dulu ketika SD, kami sempat malu untuk memanggil mereka dengan panggilan tersebut tetapi orang-orang sekitar kami, seperti tetangga kami pun juga ikut memanggil mereka dengan sebutan papi dan mami. Sampai sekarang, setua ini, mereka masih dipanggil papi dan mami oleh orang-orang. Jarang orang memanggil mereka dengan sebutan nama. Lalu kami, semakin tua, malah terkadang kami memanggil mereka dengan sebutan papot dan mamot ataupun memanggil mereka dengan nama, seperti Pak Ridwan ataupun Ibu Nilawati. Bukan bermaksud kurang ajar tetapi begitulah kami sekeluarga.

Sebenarnya masih banyak cerita-cerita random lainnya dari ayah saya tetapi cerita terakhir ini adalah cerita yang paling random dari ayah saya. Kejadian ini ketika kami sekeluarga hendak mudik lebaran ke rumah nenek saya yang berada di Sekayu. Di perjalanan beliau mulai menceritakan sebuah cerita yang beliau beri judul "Pasangan Serasi". Kata ayah saya cerita ini adalah murni buatan beliau.

Pasangan Serasi
Di suatu desa yang jauh dari keramaian, tinggalah sepasang suami istri yang baru menikah dan pindah ke desa tersebut. Tidak lama mereka tinggal di sana, sang suami mengalami sakit. Di desa tersebut tidak ada dokter melainkan hanya ada dokter hewan saja atau dulu sering disebut dengan mantri hewan. Sang istri kebingungan dan panik karena sang suami tak kunjung sembuh dari penyakitnya. Tak kehilangan akal, sang istri pun membawa sang suami ke dokter hewan tersebut. Sang dokter hewan pun kebingungan ketika sang istri ini meminta bantuannya untuk menyembuhkan sang suami.
Dokter hewan: "bu, saya ini dokter hewan bukan dokter manusia."
Sang istri berbicara sambil berbisik kepada sang dokter hewan: "gak papa dok, tolong sembuhkan suami saya, dia juga dulu binatang dok."
Dokter hewan: "kenapa ibu ngomong suami ibu adalah binatang?"
Sang istri: "sebelum menikah dengan saya, dia dulu adalah buaya darat, dok."
Dokter hewan: "ooh.. Yasudah kalau begitu bu, saya suntik saja suami ibu ya."
Ajaibnya, keesokan hari sang suami langsung sembuh. Sang suami pun penasaran dengan apa yang dikatakan sang istri kepada dokter hewan kemarin ketika mereka di sana. Sang istri pun dengan jujurnya menjawab bahwa dia mengatakan kepada dokter hewan bahwa suaminya adalah buaya darat.
Beberapa minggu setelah kejadian tersebut, sekarang giliran sang istri yang sakit. Tak habis akal, sang suami mengikuti cara sang istri dengan membawa istrinya ke dokter hewan kemarin karena memang di desa mereka tidak ada dokter, bidan ataupun perawat. Sesampai di tempat praktik dokter hewan tersebut, sang dokter hewan terlihat kebingungan. Kenapa sepasang suami istri ini datang kembali ke tempatnya.
Sang suami: "dok, tolong sembuhkan istri saya yang sedang sakit ini dok."
Dokter hewan: "pak, saya ini dokter hewan bukan dokter manusia."
Sang suami: "dokter kemarin bisa menyembuhkan saya dok." Sambil berbisik, sang suami mengatakan hal ini ke dokter, "asal dokter tahu saja, istri saya ini juga dulunya adalah binatang dok."
Dokter hewan: "kok bisa pak?"
Sang suami: "iya dok, istri saya dulu adalah kupu-kupu malam dok."
Dokter hewan: "ooh.. Yasudah, kalau begitu pak, saya coba suntik ya istri bapak."
Sepulang suami istri tersebut, sang dokter hewan masih terheran-heran dengan sepasang suami istri tersebut. Tetapi anehnya, keesokan harinya sang istri pun sembuh dari sakitnya. Karena penasaran, sang istri pun menanyakan kepada sang suami apa yang dikatakan sang suami kepada dokter hewan. Seperti balas dendam, sang suami pun menjawab bahwa dia mengatakan dulu istrinya adalah kupu-kupu malam.

No comments:

Post a Comment