Mau Cari Apa?

Wednesday 20 June 2018

Balada Mafia (Citra Kost Squad)

Kalian pernah cabut kuku? Kalau cabut gigi sih sudah biasa ya. Nah, ini cabut kuku bukan cabut gigi ya, sekali lagi, cabut kuku. Saya pernah cabut kuku dan kejadian ini membuat saya demam berhari-hari.
Berawal dari ajakan kakak tingkat saya untuk berfoto bersama di Studio Photo Ratu, yang berada di daerah Muhajirin sekitaran Indralaya, hal ini terjadi. Sebelum kejadian, kami janjian terlebih dahulu dengan memakai dress code hitam, karena yang ikut foto bersama ini hanya saya yang cewek jadi saya disuruh pakai dress hitam. Saya dijemput di kosan saya pakai mobil Revind, teman kosan kakak tingkat saya yang memang juga ikut foto bersama ini. Di dalam mobil, sudah ada beberapa orang yang memang juga ikut foto, saya duduk di bagian tengah mobil dengan satu orang cowok lagi, kakak tingkat saya itu duduk di depan bersama Revind yang menjadi sopir dan di kursi belakang ada 3 orang. Personel lainnya menyusul dengan menggunakan motor.

Foto bersama ini dilakukan dengan usulan kakak tingkat saya tadi karena dia mau wisuda dalam waktu dekat ini, beliau juga sudah kuliah cukup lama di Unsri, mungkin saking bahagianya dia kali ya jadi diadakan foto bersama seperti ini. Semua anggota adalah teman kosannya meskipun ada 1 orang yang merupakan teman sejurusan saya yaitu Acol, hanya saya yang beda kosan dan cewek satu-satunya. Jadi total keseluruhan ada 11 orang termasuk saya yang ikut foto ini, di antara 10 orang cowok itu ternyata ada mantannya Lisa 😁 Siapa Lisa? Coba baca deh postingan saya yang judulnya Gunung Gare. Foto bersama ini memakai dress code hitam dan tema ala-ala mafia atau gangster gitu, kayak film Crows Zero. Alay bener dah, tetapi bodohnya saya menurut saja, hitung-hitung berbuat baik untuk membahagiakan orang.

Sesampai di studio photo, satu per satu anggota gangster ala-ala ini masuk sampai pada akhirnya saya pun ikut masuk. Pintu studio photo ini model tarik dorong begitu dan agak keras, jadi sewaktu saya hendak menutup pintu kembali saya kaget pintunya langsung ketarik tertutup begitu saja. Tangan saya belum sempat saya tarik. Alhasil, jari tengah tangan kiri saya terjepit. Sumpah, ini sakit sekali, tangan saya langsung terasa panas dan terasa bengkak seketika, dan mengeluarkan darah sedikit. Saya hanya diam saja sambil menahan sakit, saya tidak banyak bicara, ingin sekali rasanya menangis pada saat itu tetapi apalah daya. Air mata saya tertahan karena rasa malu dan tidak enak. Sambil menunggu giliran foto, saya memegangi jari tengah saya sambil berpikir, kok bisa sih kenanya di jari tengah bukan di jari-jari lain? Kok saya bodoh sekali sih bisa kejepit pintu sedangkan yang lain aman-aman saja? Apakah ini termasuk azab karena sok-sokan jadi anggota gangster? Pada saat foto saya tersenyum dengan sangat terpaksa karena rasa sakit di jari saya, hasil foto pun tidak memuaskan, wajah saya jelek sekali (lebih jelek dari biasanya). Saya tidak peduli lagi dengan hasil fotonya, saya ingin buru-buru pulang ke kosan dan menangis sejadi-jadinya.

Tetapi setelah foto bukannya langsung pulang, kami mampir dulu di pondok dogan. Kami minum dogan dan makan pempek, tahulah ya kalau orang Palembang sudah duduk dan ketemu pempek obrolan pasti panjang. Jari tengah saya makin nyut-nyutan, saya yang biasanya tidak pernah absen kalau ditawari pempek sekarang malah menolak untuk makan pempek. Selesai makan pun, saya ditawari untuk membungkus pempek, yasudah sih kalau saya tidak mau yasudah, jangan dipaksa gitu, tinggal pulang aja kok susah bener dah.

Sesampai di kosan, saya cerita dengan anak-anak kosan bagaimana cara mengobati jari saya yang kejepit ini. Mereka menyarankan untuk dikasih balsem, obat angin, dan semacamnya itu. Saya pun menelpon keluarga saya, mereka juga menganjurkan hal seperti itu. Saya turuti mereka, jari saya terasa semakin panas dan membengkak. Yang awalnya tidak berwarna apa-apa, sekarang jari saya perlahan berwarna biru lebam. Fisik saya pun terpengaruh oleh sakitnya jari saya ini, saya mulai merasa panas dingin dan demam. Setiap malam saya hampir selalu menangis karena kesakitan. Mbah Yuli, teman kuliah saya, yang kebetulan sedang menginap di kosan pun tidak bisa mengurus saya karena dia sibuk mengurusi draft proposal skripsinya, dalam beberapa hari nanti dia akan ujian proposal.


Demam saya semakin menjadi-jadi, saya sudah tidak tahan lagi. Saya memutuskan untuk pergi ke dokter dengan menghubungi Agung (teman saya dari TK sampai kuliah, kebetulan juga tetangga saya di kosan maupun di rumah). Saya diantar ke dokter, diperiksa, dan jari saya sudah ada nanahnya. Pokoknya kata dokter bengkaknya sudah parah, kalau saya mau kukunya dicabut saja, karena ini sudah susah untuk dikempesi. Saya kaget, cabut kuku? Pegimane caranye?

Saya: "Gimana dok nyabutnya? Bakalan tumbuh lagi gak nanti kukunya? Sakit gak dok?"
Dokter: "Ya dicabut, kayak cabut gigi. Bakalan tumbuh lagi dong, kan kuku kita manjang terus tapi mungkin nanti kuku yang tumbuh gak seperti semula. Nanti dibius biar nyabutnya gak sakit."
Saya: "Gak seperti semula? Gak ada cara lain apa dok? Itu nanti kuku saya bakalan cacat tumbuhnya?"
Dokter: "Kukunya sudah busuk ini dek, sudah bernanah, coba lihat, itu nanah semua yang warna putih. Gak cacat tapi memang agak beda nanti tumbuhnya, gak sebagus kuku awalnya. Dipikir-pikir aja dulu sambil nunggu jarinya tidak bengkak lagi ya." sambil menulis resep obat.
Saya keluar ruangan dan bertanya dengan Agung, Agung bilang memang harus banget dicabut? Kata dokternya sih iya, kuku saya sudah busuk (lebay). Besok-besoknya pun, saya masih demam, makan pun dibelikan oleh Agung. Yasudahlah, mungkin memang takdir saya harus cabut kuku.

Sore berikutnya, entah hari ke berapa setelah periksa yang pertama, saya meminta tolong kembali dengan Agung untuk menemani saya cabut kuku. Kalian tahu? Ini jari tengah saya yang kecil ini sampai 2 kali disuntik bius coy. Bayangin aje, kuku yang sudah sakit, masih bengkak-bengkaknya, ada nanahnya, dan warna biru lebam malah disuntik, 2 kali lagi. Pertama-tama jari saya disuntik bius, lalu nanahnya dikeluarkan dan kemudian proses cabut kuku dimulai. Mungkin karena dibius kali ya, jadi tidak terasa sakitnya dan ini prosesnya lebih cepat daripada cabut gigi. Setelah selesai, saya ditunjukkan kuku saya yang dicabut tadi. Ngilu coy ngelihatnya, berdarah-darah gitu, saya disuruh bawa kukunya pulang, disuruh kubur oleh perawatnya. 


Saya dikasih resep obat, dikasih arahan untuk bersihin lukanya. Dokternya bilang, ini kayak ngerawat luka biasa, kasih antiseptik waktu bersihinnya, lukanya jangan dibuka dulu tetap ditutup pakai perban biar debu tidak masuk. Sepulang dari dokter, saya dan Agung ke apotek terlebih dahulu, membeli obat, alkohol untuk bersihin luka, obat merah, kapas dan perban. Oh ya, biaya cabut kuku ini sama kayak cabut gigi, harganya 150ribu di Dokter Dian Rikasari, Jalan Nusantara, Indralaya. Saya laporan ke keluarga saya kalau saya cabut kuku, mereka terkejut semua dan bertanya bagaimana kelanjutannya. Saya bilang, lihat saja nanti, kata dokternya sih bakalan aman-aman saja. Sekarang yang tidak aman adalah kondisi dompet saya, untuk ukuran anak kosan seperti saya mengeluarkan uang 150ribu itu besar sekali. Hal tersebut pun menjadi laporan saya ke orang tua saya 😅


Selepas biusnya hilang, saya mulai merasa ngilu di jari saya, ini ngilu ke arah sakit sepertinya. Saya lihat jari tengah saya ini, darah kering masih menghiasi jari saya dan ada benjolan putih ditempat kuku yang sudah dicabut tadi, seperti tulang, mungkin itu cikal bakal kuku saya yang akan tumbuh nanti. Saat membersihkannya pun, rasa ngilu yang sangat luar biasa menyergap saya. Kesalahan saya adalah membersihkannya dengan menggunakan alkohol, itu pedih sekali saudara-saudara. Saran saya kalau mau membersihkan luka pakai cairan infus saja. Untungnya, demam dan panas dingin saya hilang setelah cabut kuku. Agung pun sepertinya juga senang saya sehat kembali, bukan apa-apa, karena dia tidak perlu repot-repot membelikan saya makan lagi. Saya cukup berterima kasih dengan Agung, dia tahu kapan menjadi orang baik. Saya cukup heran juga dia berubah drastis ketika saya sakit karena biasanya dia jarang baik dengan saya. Tanpa diminta tolong pun dia mengirimkan pesan ke saya mau makan apa, biasanya saya menitip makan pun tak digubris olehnya. 


Alhamdulillah, setelah beberapa minggu kuku saya yang dicabut tersebut tumbuh tanpa cacat sedikit pun, bentuknya pun sama dengan kuku-kuku saya yang lainnya. Memang waktu mau tumbuh, kukunya tidak jelas, tidak berbentuk (abstrak) tetapi lambat laun mulai membentuk kuku sempurna. Satu hal lagi, ternyata kakak tingkat saya ini mencetak foto bersama tersebut sebesar ukuran poster dan satu poster diberikan kepada saya. Astagfirullah, saya mengucap melihat muka saya, jelek sekali, senyum yang dipaksakan dan mata yang kelihatan nanar. Yasudah, mungkin ini azab karena bergaya ala-ala anak gangster 😔

2 comments:

  1. Nice ih, namun gagal fokus "Dikempesi"🤣🤣

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oke, ekye lupa googling dikempesi menurut kbbi ���� thank you yak

      Delete