Mau Cari Apa?

Wednesday 3 October 2018

A Journey to the Hidden Paradise (Surabaya-Waisai) #2

Hari keberangkatan kami ke Papua dimulai hari ini, yaitu pada tanggal 4 September 2018. Pukul 07.00 WIB saya telah selesai mandi dan tiba-tiba ada telepon masuk di hape saya, dari Rina, salah satu anggota divisi lingkungan juga. Dia menanyakan saya di mana dan meminta izin untuk datang ke penginapan saya untuk menumpang mandi. Rina baru saja sampai di Surabaya pagi ini dengan Ari Budi Santosa menggunakan kereta api. Ari Budi Santosa adalah salah satu anggota divisi pendidikan, sama seperti Shaffa. Rina, Ari dan Shaffa sama-sama berasal dari Bandung sedangkan Nday dari Tasikmalaya tetapi sebelum ke Surabaya Nday mengikuti seminar terlebih dahulu di Bandung. Saya pun langsung mengabari Nday bahwa nanti akan ada Rina dan Ari. Si Nday sudah bangun tetapi si Shaffa masih tidur.

Sekitar pukul 08.00 WIB Rina dan Ari sampai di penginapan, mereka pun menumpang istirahat dan mandi. Putri, salah satu delegasi yang berasal dari Jambi pun menghubungi saya. Putri juga baru saja sampai di Surabaya pagi ini dengan menggunakan pesawat dari Palembang. Iya, sebenarnya Putri adalah orang Palembang, cuma lama tinggal di Jambi saja. Putri pun ingin bergabung dengan saya, biar nantinya ke pelabuhan bisa bersama-sama. Saya mengiyakan dan mengirimkan rute perjalanan dari bandara menuju penginapan saya ke Putri. Saya pun bilang ke Putri bahwa di penginapan ini pun sudah ada Nday, Shaffa, Rina dan Ari. Setelah semuanya sudah mandi dan beres packing, kami memutuskan untuk mencari sarapan. Awalnya kami ingin menunggu Putri sampai penginapan terlebih dahulu baru mencari sarapan, ternyata perjalanan si Putri masih jauh, jam pun sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB lewat. Saya menyarankan Putri untuk mencari sarapan di Terminal Purabaya (Bungurasih) saja dan kami izin untuk mencari sarapan duluan.

Kami berlima pun keluar penginapan untuk mencari sarapan. Kami menemukan gerobak nasi goreng merah dan mie tumis yang sedang parkir di seberang jalan, tidak terlalu jauh dari penginapan. Kami memutuskan untuk makan nasi goreng saja. Ini termasuk brunch bukan sarapan lagi sih. Harga nasi goreng merahnya 10 ribu/porsi, rasa nasi gorengnya biasa saja. Sebelum makan nasi goreng kami pun sempat membeli buah dengan harga 2 ribu. Harga setiap barang atau ongkos memang sengaja selalu saya tuliskan di postingan saya untuk membantu kalian jika ingin mencobanya atau menjadikannya sebagai referensi. Setelah kami makan pun Putri belum juga sampai ke penginapan. Shaffa dan Nday kembali lagi ke kamarnya untuk istirahat atau melanjutkan packing kembali.

Di grup whatsapp sudah mulai ramai dengan ajakan kak Fitri yang menyuruh kami untuk segera datang ke Surabaya North Quay. Akhirnya Putri pun sampai di penginapan pada pukul 11.43 WIB, Putri ingin mandi tetapi sepertinya tidak memungkinkan karena sudah siang. Kami menyarankan Putri untuk mandi di pelabuhan saja nanti. Jadilah Putri hanya mencuci muka saja. Setelah semuanya siap, kami pun memesan go-car menuju Surabaya North Quay. Ari duduk di kursi depan, kursi tengah diisi oleh Rina, Nday dan Shaffa, saya dan Putri duduk di kursi belakang dengan carrier saya. Mobil ini penuh dengan carrier-carrier kami yang memang lumayan besar-besar, apalagi carrier-nya si Nday.

Saat kami sampai di Surabaya North Quay, rombongan delegasi masih sepi. Seingat saya pada saat itu baru ada kak Fitri (fasilitator) dan Sintia (koordinator divisi pendidikan). Sebelum saya cerita panjang lebar tentang Ekspedisi Berbakti #1 ini, ada baiknya saya menyebutkan nama mereka satu per satu. Dimulai dari fasilitator ya, fasilitator di sini ada dua macam yaitu fasilitator kegiatan dan lapangan. Fasilitator kegiatan ada kak Safitri dan mas Cholis. Sebenarnya sih tua saya setahun daripada mas Cholis tetapi biar lebih sopan saja dengan panggilan mas. Lagian wajah saya juga tidak kelihatan lebih tua daripada mas Cholis 😂 Lalu fasilitator lapangan ada dua orang juga, yaitu bang Rian dan kak Acha. Tetapi kak Acha sudah menunggu di lokasi kami mengabdi nanti.

Lanjut ke para delegasi, saya sebutkan nama-namanya berdasarkan divisi saja ya, dimulai dari koordinator umum terlebih dahulu. Koordinator umum hanya ada satu, yaitu mas Judho. Pertama yaitu divisi lingkungan, ada Fadhli (koordinator divisi), Nurul, Rina, kak Ratna, Nurlinda (Nday), Stefanus Chandra (SC), Sebastian (Bastian/Ateng) dan saya. Kedua yaitu divisi pendidikan, ada Sintia (koordinator divisi), Shaffa, Ari Budi, Nover, Aulia (Aul), Fauzan (Ojan), Fadhil dan Rahmat (Matthew, panggilan yang tercipta selama perjalanan). Ketiga yaitu divisi kesehatan, ada kak Doralita (kak Dodo/mama, sebagai koordinator divisi), Della, Amalia (Amel), Tiwi, Suhendra dan Bayu. Terakhir divisi ekonomi kreatif, ada Rengganis (Ega, sebagai koordinator divisi), Fahmi, Fathur, Faiz, Sams, Putri dan Osni.
Setelah semua delegasi datang, kami mulai memisahkan setiap donasi sesuai dengan divisi kami masing-masing dan tiket kapal pun dibagikan satu per satu kepada para delegasi. Donasi yang paling banyak adalah divisi kesehatan. Iya dong, itu harus, tahu sendirilah alat kesehatan seberapa banyak dan ribetnya. Donasi divisi lingkungan sendiri yang paling down to earth, hanya satu kardus saja. Karena memang beberapa program kerja kami mengandalkan sampah dan beberapa perlengkapan lain sudah dibelikan oleh kak Acha di sana. Oh iya, saya juga membawa bibit bunga matahari dari rumah, untuk menjadi contoh di sekolah lingkungan nanti. Bibit bunga matahari ini bukan dari toko pertanian tetapi dari tanaman bunga matahari yang berada di dekat rumah saya. Jadi, biji bunga mataharinya masih dalam bentuk seperti kuaci dan banyak sekali.

Malam pun sudah datang dan menunjukkan pukul 20.00 WIB, ternyata kapalnya mengalami keterlambatan. Keberangkatan awal kapal ini dari pelabuhan di Jakarta bukan Surabaya. Tak terhitung lagi berapa kali para delegasi ini bolak balik ke pasar, food court dan Alfamart express. Oh iya, Surabaya North Quay ini memiliki food court dan ada live music-nya juga. Jika kalian ingin naik ke atas, kalian harus membayar 10 ribu dan kalian akan mendapatkan akses untuk masuk ke food court tersebut plus mendapatkan satu botol minuman. Minumannya pun sepertinya dibedakan berdasarkan gender, yang cowok mendapatkan kopi sedangkan cewek mendapatkan teh. Tetapi jika kalian ingin menukar minuman juga tidak apa-apa asal minuman yang ingin ditukar belum diminum ya. Di lantai tiga Surabaya North Quay ini juga ada beberapa spot untuk kalian foto.

Saya lupa tepatnya jam berapa kapal yang mengangkut kami sampai di pelabuhan. Ketika kapal datang, kami mulai mengatur formasi untuk naik kapal. Delegasi yang dikira geraknya cepat dan berwajah sangar disuruh naik terlebih dahulu untuk menempati ranjang-ranjang untuk kami semua. Setelah mendapatkan tempat, para cowok akan bergantian mengangkat barang-barang donasi dan kami para cewek hanya diperbolehkan untuk mengangkat barang pribadi kami dan satu barang donasi (kardus/plastik). Kami (para cewek) akan menempati dan menjaga ranjang-ranjang tadi agar tidak diambil orang.

Ketika hendak masuk ke pelabuhan, saya berada di barisan belakang bersama beberapa delegasi lainnya. Yang saya ingat ada Nover, Nurul, Della, Shaffa, Amel, kak Dodo dan Tiwi. Setelah melakukan pengecekan tiket dan penstempelan cap Pelni di tangan, rombongan terpencar, ada yang sudah naik kapal duluan. Kami yang paling belakang ini dilamakan oleh barang-barang donasi yang tercecer. Iya, di pelabuhan ini semuanya terkesan terburu-buru dan serba cepat, jadilah barang-barang diperlakukan dengan tidak baik, termasuk manusia juga. Para porter di sini pun sedikit menyebalkan, kaki saya dan Nurul beberapa kali ditabrak oleh troli barang mereka ketika sedang mengantri pengecekan tiket. Bahkan Nover sempat beradu mulut dengan salah satu porter saat mengantri pengecekan tiket. Nover ini juga orang Palembang, jadi saya tidak heran jika temperamennya seperti itu. Saya pun jika menjadi Nover tidak akan diam melihat tingkah porter yang menyerobot antrean dengan troli-troli besarnya itu. Iya tahu, porter juga manusia yang mencari nafkah tetapi apakah kami juga bukan manusia yang ditabrak-tabrak oleh mereka dan diam saja?

Setelah semua barang donasi aman, beberapa delegasi termasuk saya masih tertahan di dalam pelabuhan. Saya melihat Della di luar pelabuhan, sedang berdiri membawa satu kardus, wajahnya kelihatan kebingungan. Saya panggil dia, benar saja, dia ketinggalan rombongan kak Dodo. Rombongan terakhir yang belum naik kapal ini tertinggal beberapa cowok dan 7 cewek, yaitu kak Fitri, Della, Shaffa, Aul, Ega, Putri, Osni dan saya. Kami (para cewek) disuruh menunggu terlebih dahulu sampai Fathur datang kembali ke pelabuhan untuk mengangkat barang kembali dan menunjukkan tempat-tempat yang telah mereka dapatkan.

Fathur datang dengan keringat yang bercucuran. Dia mengambil barang donasi kembali, begitu pun kami (para cewek). Saya berjalan tepat di belakang Fathur menuju kapal dan diikuti oleh cewek-cewek yang lain. Ternyata pada saat mau naik kapal ada pengecekan tiket kembali, tiket saya berada di dalam tas sedangkan tangan saya penuh membawa barang donasi. Pada saat mengambil tiket di dalam tas ini saya menghabiskan waktu yang lumayan lama karena tiket saya terselip di antara buku catatan dan dompet saya. Beberapa delegasi cewek lainnya pun sudah mendahului saya satu per satu, termasuk Della dan Shaffa.

Ketika saya sudah lolos dari pengecekan tiket, saya sempat kebingungan. Iya, saya memang sering sekali kebingungan ketika berada di tempat-tempat ramai, maka dari itu saya tidak terlalu menyukai tempat-tempat yang ramai. Saya bingung, di mana para delegasi lainnya. Saya mencoba untuk menaiki tangga menuju kapal, ternyata di tangga ada Della dan Shaffa yang menunggu saya. Kami pun melanjutkan berjalan naik ke kapal. Sesampai di dalam kapal, rombongan tadi pun sudah ada di sana. Fathur pun memimpin jalan kembali ke arah dek 5, saya pun berada tepat di belakang Fathur kembali. Fathur dan saya sempat kelebihan naik tangga dan harus turun kembali. Untungnya para delegasi lain belum sempat untuk menaiki tangga. Di sini Fathur sempat berulang kali meminta maaf kepada kami karena kelewatan naik tangganya. Astaga, ini orang kok baik sekali. Santai saja bung, kita dalam satu rasa.

Kami mendapatkan tempat di dek 5 paling belakang. Sumpah, begini saja sudah membuat kami ngos-ngosan, apalagi Fathur. Badannya sudah bercucuran keringat, kelihatan sekali lelahnya. Sesampai di dek 5 pun Fathur masih mengurusi barang-barang kami dan barang-barang donasi. Satu per satu carrier cewek dinaikan oleh Fathur ke atas bagasi yang berada tepat di atas ranjang, seperti bagasi penumpang kereta api. Padahal sebenarnya kami bisa menaikkan sendiri tetapi Fathur mah baiknya kelewatan. Bukannya tidak berterima kasih tetapi si Fathur ini sudah kelihatan lelah sekali. Setelah barang-barang kami dirapihkan oleh Fathur, dia turun kembali untuk membantu delegasi lain mengangkat barang-barang donasi kembali. First impression ke Fathur sih ya, suami-able sekali. Saya yakin jika menjadi istrinya pasti kita tidak akan kelaparan, tipe-tipe pria bertanggung jawablah. Eh, jangan ciye-ciye dulu, suka bukan berarti cinta ya.

Setelah barang-barang donasi dan para delegasi sudah naik kapal semua, kami mulai berbagi dan mengatur tempat tidur. Kami menaiki KM Dobonsolo, dek-dek kapal ini berisi ranjang-ranjang yang berbaris dari ujung ke ujung tanpa sekat antara satu ranjang dengan ranjang lainnya dan juga ada beberapa kamar yang bisa menumpang 6-8 penumpang. Berbeda dengan kereta api, pesawat ataupun mobil, kapal ini tidak menyediakan kursi untuk para penumpangnya tetapi melainkan menyediakan ranjang-ranjang untuk tidur. Ya iyalah, perjalanan kapal ini kan memakan waktu yang panjang, masa iya berhari-hari cuma duduk saja tanpa berbaring.


Setiap lantai dek di kapal ini memiliki 3 space kamar mandi cowok dan cewek. Satu space kamar mandi 

Kami terpisah menjadi empat rombongan, dua rombongan berada di dek 5 tetapi berbeda tempat, satu rombongan berada di dek 4 dan satu rombongan lagi berada di dek 3. Rombongan di dek 3 hanya ada Nday dan Fahmi. Kami pun mengatur tempat kembali sehingga Nday bisa bergabung dengan rombongan yang berada di dek 5, yang berupa kamar dan isinya cewek semua. Lalu Fahmi bergabung dengan kami yang juga berada di dek 5 tetapi bukan kamar.

Di dek 5 yang kamar ada Nurul, kak Ratna, Rina, kak Dodo, Amel, Tiwi, Sintia dan Nday. Dek 5 yang non kamar ada Bastian, Aul, Osni, Putri, Ega, kak Fitri, Shaffa, saya, Della, Fahmi, Fathur dan Fadhil. Lalu di dek 4 berisi sisa delegasi lainnya dan dua fasilitator (mas Cholis dan bang Rian), yang merupakan cowok semua. Barang-barang donasi pun banyak berada di dek 4 dan beberapa di dek 5 yang non kamar. Jam 12 kurang kami sudah bisa beristirahat di dalam kapal tetapi kapal baru berangkat pada pukul 01.00 WIB. Jadi sebenarnya kami berangkat tanggal 5 September bukan 4 September dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Saya tidak pernah menyangka sebelumnya jika kapalnya akan se-ngaret itu perihal jam keberangkatan. Atau sebenarnya tidak terlalu ngaret tetapi antrean penumpanglah yang membuatnya lama.
Kira-kira seperti inilah suasana ranjang di KM Dobonsolo. Di depan sebelah kiri saya adalah Fadhil, di depan sebelah kanan saya adalah Fathur dan kaki di sebelah kiri saya adalah kakinya Della.
Kalian tahu tidak? Kami semua terkejut ketika tiba-tiba ada coro-coro (kecoa) kecil yang keluar dari bawah ranjang kami. Tidak hanya satu tetapi lumayan banyak. Di setiap sudut kapal pun coro-coro mulai menampakkan diri, seolah-olah menyambut kedatangan kami di kapal ini. Ditambah lagi suasana yang pengap di dalam kapal ini dikarenakan pendingin ruangan yang tidak menyala dan ada beberapa bapak-bapak yang merokok. Dari ujung ke ujung tempat kami tidur (dek 5 non kamar) hanya ada satu pendingin ruangan yang menyala, itupun anginnya tidak kencang. Fahmi, Fathur dan Fadhil yang beruntung karena pendingin ruangan yang menyala dekat dengan ranjang mereka.

Bersambung...

2 comments:

  1. Replies
    1. Terima kasih Nintaaa 😊😊 mampir terus ya kalo aku update 😂😂

      Delete